Hidup itu apa?

Pertanyaan-pertanyaan yg menari-nari dalam pikiran saya :
Kalau Tuhan ingin kami berbuat baik, kenapa Dia menciptakan orang jahat? Kenapa Dia menciptakan sifat buruk padahal dengan kuasa-Nya dia bisa begitu saja membinasakan sesuatu, termasuk segala kelaliman.

Seperinya jawabannya kembali ke pertanyaan :
What’s the point of being alive?
Hidup itu untuk apa?
Sebagai khalifah? Menyebarkan kebaikan? Lalu apa?

Mencari dan terus mencari, apa arti hidup, apa analogi yang baik untuk saya nikmati sendiri.

Terlintas suatu jawaban :
Hidup itu bagaikan ujian praktikum.
Tuhan sang dosen. Menyediakan berbagai peralatan; labu termometer, zat kimia, spiritus, dsb.

Kita? Kita sang praktikan. Dengan modal akal, hati, dan pikiran. Berusaha meniti setiap langkah demi langkah yang harus dipraktikkan, menciptakan ramuan yang sesuai.

Tuhan hanya menyediakan bahan kimia, bahan kimia selayaknya jalan pikiran manusia. Sifat manusia. Akhlak.
Ada yang baik dan ada yang buruk. Idealnya praktikan memilih zat kimia yang benar bukan?
Dan ketika praktikan memilih ramuan yang salah, bisa-bisa hasilnya gagal. ramuan hancur, dan terkadang meledak, menciptakan kesengsaraan.

Sekali lagi. Tuhan hanya menyediakan. Kita yang memilih mau menjadi apa. Orang lain adalah variabel bebas.Environment Constraint. Seperti meracik ramuan, kita harus memperhatikan juga kondisi lingkungan nya kan?

Live the life. Pilih jalanmu lalu Tuhan menunjukkan takdirmu. Racik ramuan yang sesuai, untuk mendapat nilai bagus. Agar lulus ujian akhir nanti.

Aduh saya ini ngomong apa.

Jadi, menurutmu hidup itu apa?

25 thoughts on “Hidup itu apa?

  1. Sidik Soleman says:

    He.. kalau menurut saya hidup itu, sesuai dengan yang di Al Qur’an, itu adalah suatu perniagaan.

    Perniagaan antara pencipta dengan manusia. Manusia diberikan segala sumber daya di dunia, ada waktu, bumi, roh, dan tentu badan serta pikiran manusia yang luar biasa. Perniagaan yang menguntungkan adalah perniagaan yang dibalas dengan ridha Allah. Nah, agar mendapatkan ridha Allah kita harus mengikuti apa yang diwahyukannya. Jika manusia tahu ini, tentu diakan memanfaatkan waktunya dan berbuat hati-hati dan hanya diniatkan berbuat karena Allah(kan berniaga dengan Allah).
    Tuhan membebaskan manusia mengolah apa yang sudah dianugerahkan-Nya. Jadi tergantung manusia sendiri mau untung atau rugi. Contoh, manusia punya “ilmu”, ya terserah “ilmu” itu untuk apa. Dan yang mesti di ingat dan dijadikan motivasi, manusia itu makhluk terbaik, jadi tunjukkan bahwa manusia itu makhluk terbaik(Terbaik di mata Allah). Dan ternyata balik lagi manusia merupakan seorang khalifah di dunia.

    Manusia=Pengolah Modal untuk menjadi barang perniagaan
    Allah=Pembeli olahan manusia dan pemberi modal
    Modal = Dunia, pikiran, waktu, tubuh, roh, dsb

    Woh, komennya kepanjangan, punten kak dellyna, habis terpancing dengan pertanyaan di akhir paragraf. 😀
    Minal Aidzin wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin..

    • dseptia says:

      Wa subhanallah.. Gapapa sidik panjang2 kan bagi2 ilmu juga..
      Malah seneng bacanya.. Makasih ya ^^

      Betul, intinya semua hanya modal ya..
      Kita sebagak khalifah wajib mengolah, dan sayangnya seperti apa ngolahnya, itu balik lg ke pribadi masing2 yah..

      Huaa.. Semoga kita termasuk orang2 yg memiliki perniagaan yg menguntungkan 🙂

      • Sidik Soleman says:

        amin-amin..

        sama-sama kak. Dan Allah ternyata sudah memberi tahu cara berniaga yang baik.
        Yaitu sesuai dengan apa yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadist. Jadi jika kita ingin mengerti dan belajar bagaimana cara berniaga jangan pernah lupakan untuk mencari dan menggali lagi tentang Al Qur’an dan Hadist(*biasanya orang lupa akan hal ini).:D

  2. Wahyu Wijayanto says:

    setauku sih memang dunia ini jadi tempat ujian bagi kita. ujian buat membuktikan dan mempertahankan keimanan. makanya klo aku sih percaya ga mungkin ada utopia di dunia sekeras apapun kita berusaha, karena dunia ini memang sudah didesain sebagai tempat pertaruhan bagi manusia (dalam bahasa yang disederhanakan) untuk dapat dengan selamat kembali ke surga, dan pertaruhan bagi setan untuk dapat membawa teman sebanyak-banyaknya tinggal di neraka.

    kalo yang menggelitik pikiranku sampe sekarang sih: tuhan kan maha mengetahui, apakah berarti tuhan juga “mengetahui” – implikasi dari maha berkuasa atas segala sesuatu – hasil ujian akhir dari praktikum yang kita lakukan? (lulus atau tidak lulus?). atau mungkin tuhan “menutup mata” dari hasil akhir itu dan meletakkan batas-batas dalam ke-maha-an-Nya? jadi dilema ya?

    jadi, menurutku hidup itu adalah paradox hahaha. antara harap dan cemas. antara berusaha dan pasrah. antara kecintaan dan ketakutan. dalam sebuah samudra possibility yang tidak terbatas.

    …ataukah mungkin itu adalah salah satu ujian terbesar terhadap keimanan kita sendiri?

    wallahualam bi shawab

    • dseptia says:

      Hua om way.. Merinding bacanya..
      Suka kalimat :
      “karena dunia ini memang sudah didesain sebagai tempat pertaruhan bagi manusia (dalam bahasa yang disederhanakan) untuk dapat dengan selamat kembali ke surga, dan pertaruhan bagi setan untuk dapat membawa teman sebanyak-banyaknya tinggal di neraka.”

      Nah iya, takdir Tuhan itu jadinya seperti apa.. Apa maksudnya dia menyediakan jalan lalu kita pilih sesuai nilai akhir yg kita inginkan. Atau Dia emang berkuasa menentukan nilai akhir kita sebenarnya seperti apa..

      • Wahyu Wijayanto says:

        sebenernya udah kubahas di paragraf kedua dhe. tapi coba kita telaah melalui analisa deduktif ya (isi tanggungjawab pembaca ya, bisa jadi bola liar nih :P)

        1.a. tuhan maha mengetahui – pengetahuan tuhan tidak terbatas
        1.b. nilai akhir seorang manusia adalah salah satu “pengetahuan” – informasi akan sesuatu hal
        1.c. tuhan mengetahui nilai akhir seorang manusia – yang berarti sebenarnya nilai akhir kita sebenarnya sudah ditentukan dari awal, iya ga?

        2.a. tuhan maha mengetahui
        2.b. tuhan maha bijaksana
        2.c. tuhan membatasi pengetahuannya tentang “nilai akhir manusia” sehingga manusia memperoleh kebebasan untuk memilih jalur hidupnya sendiri.

        yang ketiga ini aku belum pernah ngeshare ke orang lain, baru sebatas pemikiran pribadi aja. tapi kalau sulit menerima premis 1 dan 2 diatas, mungkin bisa jadi salah satu alternatif yang bisa dipikirkan:

        3.a. tuhan maha mengetahui
        3.b. tuhan maha berkuasa
        3.c. jalur dan pilihan hidup yang kita pilih akan membimbing kita ke dalam dunia yang berbeda (teori parallel universe/alternate reality) – jadi akan ada (misal secara sederhana) dhea01 yang beriman, dhea02 yang tidak beriman, ataupun dhea03 yang 50% beriman. apa yang memicu alternate reality itu? apakah selembar daun jatuh di hutan atau kepakan kecil sayap kupu-kupu akan ikut memicunya? kurang tau juga hahaha… tapi atas dasar premis tuhan maha berkuasa tadi, memproses trilyunan bahkan unlimited possibilites pun bukan hal yang sulit bagi tuhan bukan?

        kadang-kadang memang logika manusia pengen mencari pembenaran logis akan semua hal, termasuk bagaimana logika tuhan berjalan. sayangnya, kita tau sendiri, bahkan semut pun mustahil bisa berpikir dengan cara gajah berpikir. walaupun pada akhirnya nanti manusia bisa pergi ke ujung alam semesta naik roket, toh itu belum mewakili secuilpun pengetahuan tuhan yang sesungguhnya. apalagi mengetahui bagaimana metode tuhan merentangkan pilihan untuk kita? aku pribadi sih lebih suka menganggap biarlah hal itu jadi misteri tuhan, yang seperti aku bilang diatas, yang jadi salah satu ujian terbesar buat keimanan aku sendiri 🙂

        tapi mau gimana lagi? kadang-kadang memang naluri kita tidak bisa tidak untuk berusaha “mencoba” berpikir demikian hehe 😀 yah, mudah-mudahan berpikirnya kita menjadi alasan bagi kita untuk beriman, seperti halnya nabi ibrahim yang berpikir mengenai bulan dan matahari.

        wallahualam bi shawab

        • dseptia says:

          Wua.. Om way, baru mengenal sisi lain dirimu. Makin kagum deh.. Hehe..

          Hehe iyaa.. Jadi malu :”)
          Sebenernya mikir ini itu juga bukan untuk melangkahi atau mencoba menggapai ilmu-Nya yang tak terbatas itu kok..apalah saya ini, seperti buih-buih di lautan saja..hehe..

          Tapi kadang dengan berpikir atau sekedar bertanya jadi pendorong untuk lebih mau belajar, mau tahu.. Kayak sekarang jadi makin sadar kalo saya super duper gak tau apa2.. Bodoh lah namanya ini. Hehe..
          Hihi tapi seru juga yah diskusi beginian, beda sama omongan kita yang “biasa” ya om?:p

  3. irfan afif says:

    orang hidup bermacam-macam, beda ras suku bangsa, beda tanggal lahir ada yang sakit ada yang sehat, tetapi satu yang pasti manusia yang hidup pasti akan mati.

  4. irfan afif says:

    emang klo lagi bareng2 di keramaian, lagi senang2, kita akan lupa dengan kematian. Itulah kenapa kita diberi kesusahan, diberi sakit, untuk diingatkan betapa lemah diri kita.

    Setiap hari kita laksanakan sholat 5 waktu, setelah sholat kita disuruh berdoa. Gerakan sujud bukanlah hal yang main2 dalam shalat, menandakan kita tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Mana mungkin kita mau disuruh sujud dengan entitas lain, misalnya kepada dosen. Sujud kan merendahkan kepala ke tanah dan merendahkan diri. Kita sujud dalam sholat tanda kepatuhan kita kepada Allah, Tuhan semesta alam. Tapi gw sendiri sering merasakan klo sujud gw hanyalah sekedar rutinitas belaka.

    Ada juga ibadah yang namanya sholat malam dan i’tikaf. Dalam dua ibadah tersebut kita melepas semua atribut keduniaan kita, dalam keheningan malam dan kesendirian, kita diingatkan akan kelemahan kita. Dalam sholat kita, kita memuji Tuhan untuk menyadarkan betapa hina kita. Dalam doa kita, kita meminta ampun akan kesalahan dan kekhilafan kita. Dan dalam doa kita pula kita meminta karena ternyata kita tidak akan dapat menggapai apapun tanpa anugerah dari Allah SWT,

    Kita pun disuruh untuk berzikir mengingat Tuhan, dalam satu ayat disebut yaitu orang yang mengingat Tuhan ketika berdiri, duduk ataupun berbaring. Setiap kegiatan ada doanya, setiap perbuatan ada adabnya. Masuk toilet dahulukan kaki kiri sambil berdoa, keluar rumah dengan kaki kanan sambil berdoa, masuk masjid dengan kaki kanan sambil berdoa. Sebelum makan berdoa, naik kendaraan berdoa, bercermin berdoa, akan tidur dan bangun tidur berdoa. Semua ada maknanya, bukan cuma ucapan di bibir saja. Klo bisa kita tau artinya biar sholat dan ibadah2 kita lainnya dapat lebih kita resapi dan kita ambil maknanya. Dan gw pun masih sering lupa untuk melakukan hal-hal tersebut.

    Dan gw disini berbicara berdasarkan pemikiran ideal gw de, dan gw pun masih sama kaya lw, masih belajar.

    Jadi banyak ngomong kan jadinya gw, makin banyak ngomong makin banyak salah :D. Wallahualam Bishawab

    Lampiran bacaan shalat fardhu dan artinya :
    DOA IFTITAH

    ALLAAHU AKBAR KABIIROO WAL HAMDU LILLAAHI KATSIIROO WASUBHAANALLAAHI BUKRATAW WAASHIILAA.

    Allah Maha Besar, Maha Sempurna Kebesaran-Nya. Segala Puji Bagi Allah, Pujian Yang Sebanyak-Banyaknya. Dan Maha Suci Allah Sepanjang Pagi Dan Petang.

    INNII WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATHOROS SAMAAWAATI WAL ARDHO HANIIFAM MUSLIMAW WAMAA ANA MINAL MUSYRIKIIN.

    Kuhadapkan Wajahku Kepada Zat Yang Telah Menciptakan Langit Dan Bumi Dengan Penuh Ketulusan Dan Kepasrahan Dan Aku Bukanlah Termasuk Orang-Orang Yang Musyrik.

    INNA SHOLAATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAAHIRABBIL ‘AALAMIIN.

    Sesungguhnya Sahalatku, Ibadahku, Hidupku Dan Matiku Semuanya Untuk Allah, Penguasa Alam Semesta.

    LAA SYARIIKA LAHUU WA BIDZAALIKA UMIRTU WA ANA MINAL MUSLIMIIN.

    Tidak Ada Sekutu Bagi-Nya Dan Dengan Demikianlah Aku Diperintahkan Dan Aku Termasuk Orang-Orang Islam.

    AL-FATIHAH

    BISMILLAAHIR RAHMAANIR ROHIIM.

    Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

    AL HAMDU LILLAAHI ROBBIL ‘AALAMIIN.

    Segala Puji Bagi Allah, Tuhan Semesta Alam.

    ARRAHMAANIR ROHIIM.

    Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

    MAALIKIYAUMIDDIIN.

    Penguasa Hari Pembalasan.

    IYYAAKA NA’BUDU WAIYYAAKA NASTA’IINU.

    Hanya Kepada-Mu lah Aku Menyembah Dan Hanya Kepada-Mu lah Aku Memohon Pertolongan.

    IHDINASH SHIROOTHOL MUSTAQIIM.

    Tunjukilah Kami Jalan Yang Lurus.

    SHIROOTHOL LADZIINA AN’AMTA ‘ALAIHIM GHAIRIL MAGHDHUUBI ‘ALAIHIM WALADHDHOOLLIIN. AAMIIN.

    Yaitu Jalannya Orang-Orang Yang Telah Kau Berikan Nikmat, Bukan Jalannya Orang-Orang Yang Kau Murkai Dan Bukan Pula Jalannya Orang-Orang Yang Sesat.

    R U K U’

    SUBHAANA ROBBIYAL ‘ADZIIMI WA BIHAMDIH. – 3 x

    Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung Dan Dengan Memuji-Nya.

    I’TIDAL

    SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH.

    Semoga Allah Mendengar ( Menerima ) Pujian Orang Yang Memuji-Nya ( Dan Membalasnya ).

    ROBBANAA LAKAL HAMDU MIL’US SAMAAWATI WA MIL ‘ULARDHI WA MIL ‘UMAASYI’TA MIN SYAI’IN BA’DU.

    Wahai Tuhan Kami ! Hanya Untuk-Mu lah Segala Puji, Sepenuh Langit Dan Bumi Dan Sepenuh Barang Yang Kau Kehendaki Sesudahnya.

    SUJUD

    SUBHAANA ROBBIYAL A’LAA WA BIHAMDIH. – 3 x

    Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi Dan Dengan Memuji-Nya.

    DUDUK DIANTARA DUA SUJUD

    ROBBIGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARFA’NII WARZUQNII WAHDINII WA’AAFINII WA’FU ‘ANNII.

    Ya Tuhanku ! Ampunilah Aku, Kasihanilah Aku, Cukupkanlah ( Kekurangan )-Ku, Angkatlah ( Derajat )-Ku, Berilah Aku Rezki, Berilah Aku Petunjuk, Berilah Aku Kesehatan Dan Maafkanlah ( Kesalahan )-Ku.

    TASYAHUD AWAL

    ATTAHIYYAATUL MUBAAROKAATUSH SHOLAWATUTH THOYYIBAATU LILLAAH.

    Segala Kehormatan, Keberkahan, Rahmat Dan Kebaikan Adalah Milik Allah.

    ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHAN NABIYYU WAROHMATULLAAHI WABAROKAATUH.

    Semoga Keselamatan, Rahmat Allah Dan Berkah-Nya ( Tetap Tercurahkan ) Atas Mu, Wahai Nabi.

    ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALAA ‘IBADADILLAAHISH SHOOLIHIIN.

    Semoga Keselamatan ( Tetap Terlimpahkan ) Atas Kami Dan Atas Hamba-Hamba Allah Yang Saleh.

    ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH. WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR ROSUULULLAAH.

    Aku Bersaksi Bahwa Tidak Ada Tuhan Selain Allah. Dan Aku Bersaksi Bahwa Muhammad Adalah Utusan Allah.

    ALLAAHUMMA SHOLLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD.

    Wahai Allah ! Limpahkanlah Rahmat Kepada Penghulu Kami, Nabi Muhammad !.

    TASYAHUD AKHIR

    ATTAHIYYAATUL MUBAAROKAATUSH SHOLAWATUTH THOYYIBAATU LILLAAH.

    Segala Kehormatan, Keberkahan, Rahmat Dan Kebaikan Adalah Milik Allah.

    ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHAN NABIYYU WAROHMATULLAAHI WABAROKAATUH.

    Semoga Keselamatan, Rahmat Allah Dan Berkah-Nya ( Tetap Tercurahkan ) Atas Mu, Wahai Nabi.

    ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALAA ‘IBADADILLAAHISH SHOOLIHIIN.

    Semoga Keselamatan ( Tetap Terlimpahkan ) Atas Kami Dan Atas Hamba-Hamba Allah Yang Saleh.

    ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH. WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR ROSUULULLAAH.

    Aku Bersaksi Bahwa Tidak Ada Tuhan Selain Allah. Dan Aku Bersaksi Bahwa Muhammad Adalah Utusan Allah.

    ALLAAHUMMA SHOLLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD ( tasyahud awal ) WA ‘ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMAD.

    Wahai Allah ! Limpahkanlah Rahmat Kepada Penghulu Kami, Nabi Muhammad Dan Kepada Keluarga Penghulu Kami Nabi Muhammad.

    KAMAA SHOLLAITAA ‘ALAA SAYYIDINAA IBROOHIIM WA ‘ALAA AALI SAYYIDINAA IBROOHIIM.

    Sebagaimana Telah Engkau Limpahkan Rahmat Kepada Penghulu Kami, Nabi Ibrahim Dan Kepada Keluarganya.

    WA BAARIK ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMAD.

    Dan Limpahkanlah Berkah Kepada Penghulu Kami, Nabi Muhammad Dan Kepada Keluarganya.

    KAMAA BAAROKTA ‘ALAA SAYYIDINAA IBROOHIIM WA ‘ALAA AALI SAYYIDINAA IBROOHIIM.

    Sebagaimana Telah Engkau Limpahkan Berkah Kepada Penghulu Kami, Nabi Ibrahim Dan Kepada Keluarganya.

    FIL ‘AALAMIINA INNAKA HAMIIDUMMAJIID. YAA MUQALLIBAL QULUUB. TSABBIT QALBII ‘ALAA DIINIK.

    Sungguh Di Alam Semesta Ini, Engkau Maha Terpuji Lagi Maha Mulia. Wahai Zat Yang Menggerakkan Hati. Tetapkanlah Hatiku Pada Agama-Mu.

    (sumber: http://syawhy.wordpress.com/religious-stuff/bacaan-sholat-fardhu)

    • dseptia says:

      huaaa,, makasih apiiip..
      iya, sebenernya sedih banget juga.. baca statusnya haekal apa ya, tentang siapa yang ngerasain hari kemenangan. kalo gw? dengan yakin gw jawab enggak.
      astagfirullah.. ibadahnya gini2 aja.. mungkin ada penginkatan, tapi harusnya peningkatan bukan di Ramadhan aja kan?
      malah mestinya Ramadhan jadi awal buat kebaikan2 di bulan selanjutnya.. 😦

      ah makasih udah ingetin. emang mestinya kata “pahami esensi” jangan cuma di kegiatan himpunan aja. haha. justru yang utama, ibadah, sering gak kita peduliin esensinya.
      jadi pengen juga lebih ngerti apa yang dibaca dalam solat. supaya lebih paham esensinya. (makasih lagi pip, linknya)

      klo lagi bareng2 di keramaian, lagi senang2, kita akan lupa dengan kematian
      iya, terlalu sering ramai-ramai nih gw, tapi gpp deh. karena ramai itu jadi bisa kenal orang2 kayak elo. saling ingetin ya! 😀

      btw btw,
      tadi pas lo online gw nanya lo sibuk apa enggak, sebenernya pengen minta lo baca ini dan komen..
      pengen denger pemikiran lo tentang ini. penasaran. abis interaksi kita biasanya seputer hedon menghedon ya.. :))

      • irfan afif says:

        Nih baru kepikiran, dijalan tadi. iya de, lw bener, emang gpp ikut di keramaian, dan itu keharusan. Shalat fardhu juga disuruhnya bareng2kan. Tapi pas di keramaian itu banyak banget kesalahan yang bisa kita lakukan. Klo gw misalnya ngatain orang, main game kelewatan sampe ngumpat2, ngomongin kejelekan orang, marah2 klo ngadepin orang yang ngeselin. Kesalahan2 kaya gitu yang membuat kita jadi lupa Tuhan.Sulit menjaga nilai2 agama ketika kita berinteraksi ama orang. Nah ibadah2 seperti yang gw sebut diatas seperti shalat dan zikir itu kesempatan kita untuk mengingat Tuhan lagi.

        Sendirian pun salah, klo cowo punya akses internet trus sendirian ada kecenderungan buka yang engga engga. Kita lemah ketika kita sendiri, ngelabil juga menurut gw ga sehat.

        Yang paling bagus adalah rame2 dan saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran, hehe.

        Wallahualam bishawab

  5. Sidik Soleman says:

    wah, ikutan diskusi lagi. Saya tertarik dengan pembuktian Kak Wahyu(salam kenal)..
    dan bagian ini
    “kalo yang menggelitik pikiranku sampe sekarang sih: tuhan kan maha mengetahui, apakah berarti tuhan juga “mengetahui” – implikasi dari maha berkuasa atas segala sesuatu – hasil ujian akhir dari praktikum yang kita lakukan? (lulus atau tidak lulus?).”

    Saya juga berfikir sama akan hal itu tapi setelah ditelaah ulang lagi, ternyata ada takdir yang bisa diubah dan tidak bisa diubah. Yang diubah sesuai dengan firman Allah, yang intinya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum kalau kaum itu tidak berusaha untuk mengubahnya. Untuk takdir yang tidak bisa diubah, yang saya ketahui seperti, bentuk tubuh, warna kulit kita, api itu bersifat panas, es itu dingin. Pokoknya ini merupakan ketetapan Allah yang tidak melibatkan manusia.

    Kalau masalah surga dan neraka itu termasuk takdir yang bisa diubah. Saya menemukan suatu artikel yang cukup menarik, tapi nampaknya memang masih perlu dikaji lagi, tapi sejauh saya membaca masih oke. Berikut ini tulisan dalam artikel ini :
    —————————————————————————————————————
    Takdir

    “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya, usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 39-40)

    *****

    ADA pemahaman yang keliru tentang makna takdir, yang mengartikannya secara sempit. Takdir, yang dalam pengertian umum adalah ketentuan Tuhan, (ketetapan Tuhan), atau pengertian yang lebih umum disebut nasib. Suatu ketetapan yang tidak bisa diganggu-gugat kecuali oleh-Nya. Dalam sebuah ungkapan salah satu daerah di Sumatera Utara menyebutkan: Sedo gogoh, nasibdo, .. (Suatu perkara yang kadangkala tidak mungkin diselesaikan dengan kekuatan, tetapi tidak terlepas dengan faktor nasib.-red).

    Definisi yang membuat berbagai penafsiran. Untuk apa pusing memikirkan suatu masalah. Soalnya, jika sudah nasib, toh tiada kekuatan apapun bagi seorang hamba untuk bisa merubahnya. Inilah akhirnya membuat berbagai kalangan bersikap skeptis, masabodoh, bahkan cenderung putus asa. Betulkah seperti itu?

    Pengertian takdir, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni: ketentuan Tuhan atau nasib. Tetapi adalah sesuatu yang menyesatkan jika berburuk sangka kepada Tuhan seolah-olah otoriter, apalagi sampai berputus asa akibat penafsiran yang salah tentang makna ketentuan tadi. Allah memang berbuat sekehendaknya, tetapi semuanya ada perhitungannya yang hanya Allah-lah yang tahu. Mari kita simak firman Allah berikut ini;

    ” …… baginya apa yang diusahakannya, dan untukmu apa yang kamu usahakan pula. Dan kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah : 141).

    Ayat ini secara gamblang menguraikan betapa seorang hamba akan memperoleh apa yang dikerjakannya. Artinya, ketika kita menemui kesulitan untuk menggapai apa yang kita dambakan, berarti kita belum maksimal untuk melakukannya. Dalam ayat lain, ada lagi penjelasan yang lebih gamblang:

    “Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).” (QS. An-Najm : 39-40).

    Lantas, bagaimana sebenarnya hakikat takdir yang dimaksud dalam konteks ini. Apakah semua kenikmatan dan keburukan tergolong takdir atau nasib? Drs Kasmuri Selamat, MA dalam bukunya Rahmat di Balik Cobaan menyebut bahwa takdir terbagi dua, yakni: takdir mubram dan takdir mu’allaq. Takdir mubram adalah qadha dan qadar yang tidak dapat dielakkan, yang pasti terjadi pada diri manusia sedangkan manusia tidak mempunyai kesempatan atau tidak ada ikhtiar untuk memilihya.

    Sedangkan takdir mua’llaq ialah qadha dan qadar yang tergantung pada ikhtiar seseorang, atau usaha menurut kemampuan yang ada pada manusia.

    Jenis kelamin seperti laki-laki, perempuan, tubuh pendek atau jangkung. Begitu pula orang yang cacat fisik bawaan lahir seperti tunanetra, lumpuh, tanpa anus, sampai kepada kematian seseorang. Ini adalah hak prerogatif Allah yang tak mungkin dielakkan, dan tidak ada kesempatan untuk merubah atau memperbaikinya. Inilah yang termasuk kategori takdir mubram.

    Takdir ini juga bisa dicontohkan pada berbagai peristiwa. Ketika terjadi suatu kebakaran pada rumah salah seorang penduduk. Lantas, api cepat menjalar yang mengakibatkan rumah tetangga ikut rata jadi abu. Jadi rumah tetangga tadi tergolong takdir muallaq. Artinya, sebenarnya ada peluang untuk berusaha memadamkan api, tetapi amukan si jago merah yang dahsyat membuat upaya pemadaman tak sempat dilakukan. Sedangkan korban kebakaran rumah pertama belum tentu masuk kategori takdir.

    Lihat dulu proses terjadinya kebakaran. Dikatakan takdir jika sudah dilakukan upaya atau antisipasi untuk menghindari terjadinya kebakaran, tetapi peristiwa terjadi juga. Namun, jika proses terjadinya kebakaran akibat kurang hati-hati, ceroboh atau lalai, itu bukanlah takdir.

    Misalnya, tidak memeriksa api kompor masak menjelang tidur, membiarkan tetesan bensin di lantai, membuang puntung rokok sembarangan, atau membiarkan kabel listrik telanjang yang bisa berakibat korslet. Itu semua adalah kelalaian. Musibah yang terjadi akibat kelalaian dan kecerobohan bukanlah takdir.

    Dalam suatu perkelahian massal, keadaan sungguh tak terkendali. Selain menggunakan senjata tajam, perang batu pun tak bisa dihidari. Tapi nasib sial menimpa seorang ibu yang kebetulan akan lintas dan terjebak di kawasan itu. Sang ibu tadi terkena lemparan batu yang nyasar, yang membuat kepalanya berdarah, yang mengakibatkan ia terhuyung dan terkapar. Ia tidak tahu menahu soal bentrok ini, tapi ikut jadi korban. Takdir mu’allaq menghampiri ibu tadi.

    Coba kita ambil contoh lain. Seorang penjaja es semula berbunga-bunga karena es barang jajaannya akan laku keras, karena ia yakin hari itu akan panas terik. Tetapi apa boleh buat, secara tiba-tiba cuaca gelap, dan hujanpun turun sangat deras hingga petang hari. Akibatnya, barang dagangan lelaki tadi tidak laku. Turunnya hujan adalah hak prerogatif Allah, maka peristiwa yang dialami lelaki tadi pun tergolong takdir muallaq. Artinya, sebenarnya ia sudah berupaya sebatas kemampuannya dalam mencari rezeki, tetapi Allah berkehendak lain dengan menurunkan hujan. Penjaja es tadipun akhirnya tekor. Siapa yang mau minum atau memakan es dalam cuaca dingin?

    Seseorang ingin jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ia sudah berupaya semaksimal mungkin agar bisa diterima. Tetapi, upaya yang dilakukan tidak membuahkan hasil hingga usianya menutup syarat-syarat formal yang bisa diterima. Ini juga tergolong takdir mu’allaq.

    Seorang caleg partai tertentu, sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menghimpun suara sebanyak-banyaknya agar kelak bisa memenuhi kuota suara pemilih. Secara hitungan matematis, di atas kertas bahwa si caleg tadi bakalan jadi. Tapi ternyata, Allah berkehendak lain. Ia kalah. Jika si caleg sudah berupaya secara maksimal, dan sudah melakukan proses pencalegan dengan benar, maka takdir mu’allaq berada di fihak si caleg.

    Bagaimana pula dengan ekses peristiwa akibat perbuatan manusia itu sendiri? Misalnya, seseorang yang meninggal akibat over dosis karena mengkonsumsi obat-obat terlarang, tertembak akibat terlibat perampokan, atau patah kaki akibat ikut balap motor. Atau korban tabrak akibat bermain di kawasan lalu lintas umum? Apakah hal ini tergolong takdir, …? Tentu tidak.

    Seorang bupati, gubernur, menteri atau Anggota DPR harus meringkuk di hotel prodeo akibat dugaan terlibat kasus illegal logging, alih fungsi hutan, BLBI atau kasus lain. Kebenaran hakiki dalam kasus ini bukanlah hukum positif yang mendasari kasus dengan bukti-bukti, yang belum tentu benar. Kebenaran hakiki hanya si tersangka dan Allah-lah yang tahu. Jika dugaan itu tidak benar, dan ia sendiri tidak-menahu duduk masalah.

    Misalnya seseorang tertuduh pelaku korupsi menurut hukum positif akibat korban fitnah, korban politis, majelis hakim yang salah dalam penerapan hukum, atau akibat majelis hakim menerima suap. Orang tadi terkena perbuatan zalim atau teraniaya. Dan hal ini tergolong takdir (mu’allaq). Tetapi jika dugaan itu ternyata benar melakukan korupsi, hingga tersangka bersangkutan menerima resiko didemo atau hukuman penjara, maka hal ini bukanlah takdir, tetapi adalah semacam bentuk ganjaran atau hukuman akibat perbuatan sendiri.

    “Allah telah melarang perbuatan maksiat, mengapa dilakukan? Korupsi itu dilarang oleh agama, makanya jangan korupsi. Kita tahu di suatu tempat ada harimau yang sewaktu-waktu bisa memangsa manusia, makanya tempat itu jangan didatangi. Siapa pun tahu mengkonsumsi narkoba itu tidak dibenarkan. Makanya, jika ada orang mati akibat over dosis narkoba, itu bukan takdir namanya, tapi akibat perbuatan sendiri,” ujar Haji Ahmad SK. Dan hal seperti inilah yang disebutkan dalam firman-Nya:

    “… Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah akibat perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebahagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu.” (QS. Asy-Syuura : 30).

    Pokok permasalahan dalam konteks ini tentu bukanlah soal pembagian definisi takdir, tetapi inti dari takdir itu sendiri. Takdir memang sengaja diciptakan Allah sebagai bagian dari ujian atau cobaan bagi hambanya. Semuanya adalah ujian, dan setiap ujian itu niscaya akan ada nilainya.

    Seseorang yang lahir tuna netra (buta) adalah ujian. Betapa menderitanya seseorang yang tidak bisa menikmati indahnya alam ini berikut isinya akibat takdir yang diterimanya. Tetapi, jika ia sabar dan iklas menerima kenyataan ini sebagai bagian dari qadha dan qadar dari Maha Pencipta, maka ia akan menerima nilai tertinggi dari peserta ujian lainnya. Dan surga pun menanti kehadirannya. Nilai ujian itu bisa dilihat dari sebuah hadis qudsi:

    “Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan menghilangkan penglihatan kedua matanya yang sangat dicintainya, kemudian ia sabar, maka Aku akan menggantinya dengan surga.” (HQR. Imam Ahmad dan Tabrani).

    Seseorang yang berjuang dan terus berjuang untuk mencapai tujuannya tanpa kenal lelah. Dan dalam perjuangan tersebut ia sabar dan tak berputus asa seraya berserah diri kepada Allah agar mengabulkan hajatnya, insya Allah akan berhasil. Jika tidak, berarti Allah berkehendak lain, dan insya Allah akan lebih baik dari yang ia dambakan. Allah melakukan itu untuk membedakan mana pekerja keras dan mana yang pemalas. Dan untuk membedakan hamba-Nya mana yang penyabar dan mana yang gampang putus asa. Makanya, kecuali takdir mubram yang memang atas kehendak Allah, takdir tak akan menghampiri seorang hamba jika tanpa upaya dan kerja keras.

    Dalam berbagai nash, sesungguhnya Allah memerintahkan agar umat-Nya menjadi pekerja keras. Dan Allah juga memerintahkan umat-Nya agar menjadi penyabar. Kerja keras dan sabar adalah merupakan bagian dari kewajiban setiap hamba dalam mengarungi kehidupan. Kewajiban setiap hamba adalah hak bagi Sang Khalik. Ketika kita menengadahkan tangan untuk minta pertolongan atau berdoa kepada Allah, niscaya akan ditolak jika tidak menunaikan hak-hak-Nya. Mari kita simak hadis qudsi berikut ini;

    “Tidaklah Aku akan memperhatikan hak hamba-Ku, sebelum ia menunaikan hak-Ku.” (HQR. Thabrani). Maka dalam sebuah perjuangan, setiap hamba perlu berkontemplasi dan introspeksi tentang azas kepatutan sebuah perjuangan. Apakah hak-hak Allah dan perintah Allah sudah dilaksanakan hingga kita merasa patut menerima hasil dari perjuangan kita. Apakah keadaan kita, skill atau pendidikan kita cukup patut untuk menuai hasil dari sebuah perjuangan? Sedangkan Allah dalam firman-Nya mengatakan: “Setiap kamu ada ukurannya …. .?”

    Ini adalah rangkaian sebuah proses ujian bagi seorang hamba. Sebuah proses yang kadangkala sarat dengan lika-liku perjuangan yang harus ditempuh. Setidaknya, dalam perjalanan proses itu, sekaligus melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Allah. Dengan demikian, diharapkan medapatkan ridha dari-Nya. Kebajikan yang dilakukan dalan lingkaran proses perjuangan ini antara lain: memperbaiki diri, bekerja keras dan menghindari perbuatan putus asa.

    Memperbaiki diri adalah perintah Allah. Sebuah hadis mengatakan: “Barangsiapa yang hari ini sama dengan kemarin, maka ia adalah orang yang merugi.” (HR. Dailami). Bekerja keras wajib hukumnya bagi umat Islam. Salah satu ayat menyangkut hal ini seperti dikatakan Allah dalam firman-Nya: “Dan manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. ” (QS. An-Najm : 39).

    Berputus asa adalah suatu perbuat menyesatkan dan dimurkai Allah. Putus asa dari rahmat Allah adalah perbuatan kaba’ir (dosa besar). “…. maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah. … Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr : 55-56).

    Jadi, takdir memang ada yang langsung diberikan oleh Allah kepada umat-Nya tanpa diberikan kesempatan melakukan upaya untuk perbaikan. Ada juga takdir yang diberikan kesempatan untuk melakukan sesuatu sesuai kehendak manusia, tetapi Allah menentukan lain.

    Sebagai kesimpulan tentang konteks ini, takdir adalah ketetapan Allah. Tapi bukan semua ekses peristiwa yang disebut takdir, tetapi ada juga sebagai ganjaran perbuatan maksiat yang dilakukan seseorang.

    Takdir adalah bentuk ujian kepada hamba-Nya. Ketika seseorang mendapat ujian berupa keburukan atau penderitaan, dan ia menerima ujian itu dengan rida, iklas, sabar dan terus mencari jalan keluar dengan cara-cara yang diridai-Nya, maka Allah memberikan nilai kepada seseorang tadi sesuai dengan kadar keridaan, keiklasan, kesabaran dan usahanya dalam mencari jalan keluar.

    Dan ketika seseorang dikaruniai kenikmatan berupa harta yang banyak atau kekuasaan, itu bukanlah takdir. Tetapi ujian dalam bentuk yang lain, apakah ia memanfaatkan karunia harta yang diperolehnya, dan apakah amanat atas kekuasaan yang dipercayakan kepadanya dilaksanakan secara benar atau tidak. Andai nikmat ini kemudian dicabut oleh-Nya, ini belumlah dikatakan takdir, tetapi adalah merupakan ujian berikutnya, sejauh mana kesiapannya untuk menerima kenyataan. Ini kembali ke soal: rida, iklas, sabar dan usaha keras mencari jalan keluar, atau putus asa dan masabodoh. Hasil akhir setelah rida, iklas, sabar dan upaya mencari jalan keluar adalah takdir.

    “Allah berbuat demikian, karena Allah ingin memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Maha Cepat hisab-Nya.” (QS. Ibrahim: 51).
    Dalam hubungan ini, muncul sebuah pertanyaan. Bisakah manusia merubah atau menolak takdir? Tentu tidak! Setiap hamba hanya bisa melakukan upaya dan kerja keras. Hasil akhir dari upaya dan kerja keras tadi adalah hak prerogatif Allah wa Jalla.

    “Barangsiapa tidak rela atas keputusan-Ku atau takdir-Ku, maka hendaknya ia mencari Rabb selain-Ku.” (HQR Imam Baihaqi melalui Anas ra)
    Sumber (http://www.potretnews.com/sas.php?idsas=23)
    ——————————————————————————————————————
    Semoga sebagian tulisan di atas dapat menjadi sedikit pencerah bagi kita. Ya jadi panjang lagi :(. Untuk mengingat kematian, ada buku yang cukup bagus untuk dibaca judulnya “Metode Menjemput Kematian”. Kemarin sebelum pulang, saat jalan-jalan di DT alhamdulillah menemukan buku ini. Oiya, berikut ini kata sahabat tentang kematian :

    Mutharrif bin Abdullah berkata ” Seandainya aku mengetahui kapan tiba ajalku, niscaya aku takut akan hilangnya akalku, tetapi Allah ta’ala memberikan anugerah kepada hamba-hamba-Nya berupa lalai dari kematian. Dan jika tidak ada kelalaian, niscaya mereka tidak akan metasa hidup bahagia dengan kehidupan dan tidak akan ada pasar-pasar yang berdiri di antara mereka.”

    Salman al-Farisi Ra. Berkata, ” Tiga kelompok manusia yang membuat aku heran dan tertawa yaitu orang-orang yang berangan-angan terhadap dunia, sedang kematian mencarinya. Orang yang lalai, sedang kematian tidak lalai dari padanya. Dan orang yang tertawa, sedang ia tidak tahu apakah Tuhan ridha atau murka kepadanya. Dan tida kelompok yang membuat aku sedih sehingga aku menangis, yaitu orang yang memisahkan diri dari para kekasih, yakni Muhammad dan tentaranya. Orang yang selalu berhura-hura dan orang yang ada dihadapan Allah yang aku tidak tahu dia masuk surga atau neraka.”

    Semoga dapat menjadi renungan kita diakhir ramadhan ini. Dan dapat menjadi pemicu semangat ketika ramadhan meninggalkan kita. Amin…
    Wallahu ‘alam .. maaf kalau ada kata yang salah.

    • dseptia says:

      Sidik.. Hehe speechless deh lagi-lagi.
      Aku ampe ga inget tentang takdir-non takdir ini..

      Tapi dulu pernah saya mikir gini : ambil contoh kebakaran akibat lupa matiin lilin. Kejadian kebakarannya musibah, tapi takdir yang nentuin si empunya rumah itu lupa matiin lilin atau enggak..

      Jadi semuanya balik lagi ke takdir..

      Hehe ribet ya, saya juga jadi pusing. Intinya mah takdir atau bukan, Allah tau mana yang terbaik gitu ya? Asalkan kita usaha 🙂

  6. Firman Ahmad says:

    Komentarnya panjang-panjang nih. Memang kalau sudah membahas takdir akan jadi panjang ceritanya. Menurutku iman kepada takdir adalah pembahasan yang paling berat untuk bisa dimengerti, tetapi yang terpenting adalah meyakini kaidahnya dalam menyikapinya seperti yang disampaikan oleh Wahyu di atas, yaitu Tuhan Mengetahui dan Tuhan Mahaadil. Kita perlu meyakini sifat Tuhan seperti itu apapun penjelasan yang terbesit dalam benak kita. Kaidah ini saya dapatkan dari Rizki (AR). Kenal kan?

    Sepertinya kamu masih belum kenal siapa saya, ya? Dan mengapa saya kenal Teh Hening. Saya masih suka berkeliaran di ITB kok. Kalau mau ketemu, insya Allah nanti sore ba’da asar saya ada di selasar Planologi.

    • dseptia says:

      hehe betul mas.. memang ilmu Dia terlalu luas dan mungkin kita bisa dibilang sangat sombong jika kita ingin mengerti sampai detailnya..cmiiw.

      iya kenal kok rizki AR, teman satu SMA Juga..hehe..
      haha iya nih belum kenal juga, belum ngerti keterkaitan antara satu orang dan orang lain yang sama2 dikenal ini…hehe..
      tapi maaf sekali nanti sore gak di kampus sepertinya 😦

  7. Faruq says:

    Hidup itu untuk yang Maha hidup. Percuma kalo hidup tapi untuk diri sendiri dan kayanya lo udah lebih kurang ngerti tentang itu. Which is good point!
    Btw bikin buku donk jah, di bisnisin…gw tadi nyangka komen2 ini masih termasuk tulisan lo! Panjang bgt. Hahaha.

    😉

      • Faruq says:

        Judulnya “cerita gajah kecil” aja! 😉
        Kan banyak nih sekarang orang yang labil..mulai dari bayi labil, abg labil dan nenek labil. Siapa tau lo bisa ngasih pencerahan buat mereka. Seperti chicken soup, tapi your own version. Maybe not now, but think about it in future. Iseng2 aja, bisa buku atau kalo lo ngerasa blog ini udah cukup, thats fine. Esensinya itu, at least lo bisa menjadi pelajar yang budiman, gak egois dan mau ngajar ilmunya.

        Keep writing gajah yang “kecil”!

        • dseptia says:

          hahaha…
          gw masih suka labil juga sih soalnya, masa sok-sok ngasih pencerahan..
          lagian nulis ini juga iseng doank kok, kalo ternyata bermanfaat buat orang ya alhamdulillah.. tapi kalo enggak ya seenggaknya diri gw lega karena sudah punya tempat mencurahkan isi kepala..
          hehe..

          insya Allah mau bagi2 ilmu, soalnya gw bukan milyuner, duit gw bisa abis kalo dibagi-bagi..sedangkan ilmu enggak.. 😉

Leave a reply to dseptia Cancel reply